Pimpii hanya berkelakar, namun jika tidak ada yang menyanggah maka klaim Bank Sampah pertama dan satu-satunya di dunia cuma ada di Indonesia tentu benar adanya.
Bank Sampah. Benar! Bank yang satu ini
memang Bank tempat menabung sampah dalam arti yang sebenarnya. Lebih
jelas lagi, nasabah menabungkan sampah mereka di Bank tersebut.
Adalah Bank Sampah dengan nama Gemah Ripah yang menjadi pelopor Bank Sampah di Indonesia yang didirikan oleh masyarakat Dusun Bandegan, Bantul, DI Yogyakarta.
Pada bank sampah, masyarakat menabung dalam
bentuk sampah yang sudah dikelompokkan sesuai jenisnya. Mereka juga
mendapatkan sejenis nomor rekening dan buku tabungan. Pada buku tabungan
mereka tertera nilai Rupiah dari sampah yang sudah mereka tabung dan
memang bisa ditarik dalam bentuk Rupiah (uang)…. jadi bukan menabung sampah menarik sampah…
Bank sampah bekerjasama dengan pengepul
barang-barang plastik, kardus dan lain-lain, untuk bisa me-rupiahkan
tabungan sampah masyarakat. Juga dengan pengolah pupuk organik untuk
menyalurkan sampah organik yang ditabungkan.
Sangat unik dan ide yang brilian….
Sebab menyimpan sampah terdengar paradoks.
Bagaimana tidak, sampah adalah sesuatu yang biasanya tidak berguna
dan dibuang begitu saja. Hitung kasar saja di Indonesia dengan 250 Juta
penduduk kira-kita setara dengan 50 Juta KK, jika diasumsikan perharinya
setiap KK menghasilkan dan membuang sampah rumah tangga rata-rata 2 Kg
saja, maka setiap hari ada 100 Ribu Ton sampah di Indonesia ini.
Seperti kita ketahui permasalahan sampah kadang-kadang memusingkan
pemerintah dalam penanganannya.
Tapi tidak dengan yang dilakukan warga
Badegan, Bantul, Yogyakarta. Mereka mengumpulkan, menyimpan lalu bahkan
menabung sampahnya.
Menurut Panut Susanto, ketua pengelola bank sampah, sampah yang terkumpul tiap minggu mencapai 60-70 kg. Untuk
sementara jam layanan bank dimulai pukul 16.00-21.00 tiap hari
Senin-Rabu-Jumat. ”Kami baru bisa melayani pada sore hari karena
sebagian besar petugas bank harus bekerja pada pagi hari,” katanya.
Belum maksimalnya kinerja petugas karena
mereka mengelola bank sampah tanpa dibayar. Artinya, mereka harus tetap
bekerja untuk membiayai kehidupan keseharian. ”Apa yang kami kerjakan
sifatnya masih sosial. Jadi, kami memang tidak mengharapkan upah karena
kondisi bank belum maksimal,” katanya.
Bank sampah memotong dana 15 persen dari
nilai sampah yang disetor nasabah. Dana itu digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional, seperti fotokopi, pembuatan buku tabungan, dan
biaya lainnya. ”Selama ini tidak ada nasabah yang keberatan. Kami harus
melakukan pemotongan karena bank ini memang dikelola bersama-sama,”
katanya.
Benar-benar sampah menghasilkan revenue langsung ke masyarakat kecil….
Jika Gerakan ini di ikuti di tempat
lainnya, tentu permasalahan sampah yang memusingkan sedikit banyak ada
alternatif penyelesaiannya. Yang utama, lingkungan terselamatkan dari
sampah.
SUMBER
SUMBER